Masyarakat Indonesia lazim mendengar dan mengenal istilah ‘obat
warung’, yaitu yang ditujukan pada obat-obatan yang dapat diperoleh
secara bebas di di pasaran, termasuk di warung-warung pojok gang.
Meskipun berstatus obat yang dapat diperoleh dengan bebas tanpa resep
dokter dan digunakan ‘hanya’ untuk keluhan yang sifatnya ‘sepele’, ‘obat
warung’ tetaplah suatu sediaan obat dengan karakteristik yang khas.
Sediaan obat (apapun bentuknya, termasuk obat tradisional), selain mengandung efek terapi juga tidak akan pernah lepas dari yang dinamakan efek samping.
Efek samping obat adalah efek yang umum ditemui pada penggunaan obat
dalam rentang dosis terapinya. Keberadaan, frekuensi,dan durasi
munculnya efek samping bisa jadi berbeda pada tiap individu, tergantung
pada dosis obat, frekuensi penggunaan, cara pakai, kondisi fisik
pengguna, hingga genetis dari pasien. Efek samping yang muncul perlu
dicermati gejala dan tandanya agar kita sebagai pengguna bisa mencegah
dan mengatasinya dengan benar.
‘Obat warung’ yang dimaksud di sini adalah obat-obatan yang mengandung satu atau lebih zat dengan penandaan label lingkaran hijau. Biasanya
digunakan untuk meredakan pusing, nyeri, flu, batuk, hidung tersumbat,
sakit lambung (sakit maag), diare/mencret, dan sembelit (konstipasi).
Berikut adalah kandungan obat-obatan yang dimaksud.
1. Parasetamol
Di pasaran bebas, parasetamol tersedia dalam bentuk tablet maupun
sirup (termasuk sirup tetes). Obat yang digunakan untuk mengatasi pusing
dan demam ini memang tergolong paling aman dibandingkan dengan obat
pusing/demam lainnya. Penggunaan parasetamol dosis tinggi (diatas 2g
sehari) dalam jangka waktu panjang dapat memicu terjadinya efek toksik
pada hati. Tips : parasetamol tidak disarankan untuk dikonsumsi dalam dosis tinggi dan secara rutin tanpa pemantauan dari dokter atau apoteker.
2. Bromhexine HCl
Di pasaran bebas, bromhexine ada dalam bentuk sirup. Bromhexine lazim
digunakan untuk mengencerkan dahak pada penderita batuk berdahak. Efek
samping yang dapat muncul yaitu diare, mual, gangguan saluran cerna
ringan. Tips :Untuk menghindari efek tidak nyaman pada pencernaan, bromhexine sebaiknya diminum sesudah makan.
3. Guaifenesin atau Gliseril Guaiakolat
Giafenesin tersedia dalam tablet maupun sirup. Obat ini digunakan
untuk mengencerkan dahak pada batuk.Bila dikonsumsi dalam jumlah
berlebihan dapat memicu terbentuknya batu ginjal. Tips : gunakan sesuai aturan pakai.
4. Chlorpheniramine maleat (CTM)
Merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi alergi. Efek samping
yang paling sering muncul adalah efek mengantuk dan haus yang
ditimbulkan. Tips :pengguna CTM tidak disarankan untuk mengemudikan kendaraan setelah dan selama masih meminum CTM.
5. Pseudoephedrine HCl (hanya tersedia dalam kombinasi dengan obat lain)
Pseudoephedrine biasanya digunakan bersamaan dengan paracetamol dan
obat antialergi (CTM atau loratadine) untuk meredakan gejala flu.
Pseudoephedrine sendiri digunakan untuk meredakan hidung tersumbat. Efek
samping yang dapat muncul yaitu tremor (gemetar), gejala sulit tidur,
detak jantung tidak teratur, meningkatnya tekanan darah, hilang nafsu
makan, dan mulut terasa kering.Namun efek samping perlahan akan hilang
ketika pemakaian obat dihentikan. Tips : bila muncul
efek samping tersebut dan sudah tidak dapat ditoleransi (tidak dapat
ditahan dan terasa tidak nyaman) hentikan penggunaan dan segera hubungi
dokter terdekat.
6. Phenylpropanolamine (hanya tersedia dalam kombinasi dengan obat lain)
Fungsi phenilpropanolamine sama dengan pseudoephedrine, yaitu untuk
meredakan gejala hidung tersumbat pada flu. Efek samping yang dapat
muncul pun relatif sama dengan pseudoephedrine.
7. Antasida (Alumunium hidroksida dan magnesium hidroksida)
Antasida, baik dalam bntuk tablet maupun cairan suspensi digunakan
untuk meredakan gejala serangan tukak (sakit maag). Efek samping yang
dapat muncul yaitu mual, diare atau konstipasi (sembelit) yang meningkat
resikonya sesuai dengan kenaikan dosis. Tips : perbanyak konsumsi air putih saat meminum antasida.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan mengenai efek samping obat adalah reaksi alergi.
Pada pengguna yang alergi (hipersensitif) pada obat-obatan tersebut
maupun bahan formulasi lain yang terkandung dalam obat, meminum obat
tersebut dapat memicu reaksi alergi. Kejadian alergi ini relatif jarang
terjadi namun tetap perlu kita cermati. Bila muncul reaksi alergi
(misalnya ruam, kulit kemerahan, gatal, bengkak, demam, detak jantung
cepat, nafas sesak dan tersengal) setelah meminum obat, segera hentikan
penggunaan dan hubungi dokter terdekat.
Kapan obat-obatan ini tidak boleh digunakan?
Paracetamol tidak boleh digunakan pada Anda yang memiliki gangguan fungsi hati berat.
Ibu hamildan menyusui sebaiknya jangan menggunakan obat yang
mengandung pseudoephedrine dan phenylpripanolamine mengingat resiko efek
samping yang dapat membahayakan kondisi ibu dan janinnya. Selain itu
Anda yang menderita hipertensi berat dan penyakit jantung koroner (PJK)
juga dilarang menggunakan obat ini.
Penggunaan pseudoephedrine dan phenylproanolamine juga dilarang bila Anda sedang menggunakan obat golongan MAOI (monoamine oxidase inhibitor)
seperti isoniazid (INH), selegiline, linezolide, dan lain-lain selama
14 hari terakhir karena dapat menyebabkan hipertensi berat.
Chlorpheniramine maleate (CTM) tidak boleh digunakan pada Anda yang
menderita glaukoma sudut sempit,serangan asma, terapi obat MAOI, pada
bayi yang baru lahir prematur, dan pada ibu menyusui.
Sekali lagi, walaupun obat-obatan di atas merupakan obat bebas, bukan
berarti bebas dari efek samping dan resiko. Oleh karena itu, kenali dan
pahami efek samping serta penanganannya. Bila efek samping tak
tertahankan atau gejala tidak mereda, segera hentikan penggunaan dan
hubungi dokter. Untuk informasi ebih lanjut, tanyakanlah pengobatan
yang Anda terima pada apoteker.
makasih info y :)
BalasHapussami-sami...,
BalasHapusbagi jga info baru yos..,
gan...
baguss...,
BalasHapus